Ini hanya untuk diriku sendiri.
Tapi jika anda kebetulan membacanya, semoga Allah memberikan kebaikan bagi seseorang yang mendengar perkataanku, lalu mengamalkannya, menghafal dan menyampaikannya. Karena bisa jadi orang yang membawa pengetahuan tidak lebih faham dari orang yang disampaikan.

Rabu, 23 September 2009

Tangga Kesabaran

Renungan Ayat:

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-oranag yang menyeru Tuhannya dipagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaan itu melewati batas."
(QS. Al Kahf:28 )

"Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
(QS. Al Baqarah:153 )

Sebut saja namanya Z, seorang pegawai sebuah instansi pemerintah Jogjakarta. Suatu hari datang ke seorang ustadz. Kedatangannya karena keinginan yang menggebu - gebu atas kehampaan jiwa yang sedang ia rasakan. Sisi spiritualnya sedang tergoncang karena seseorang yang ia cintai telah meninggalkannya, sementara semua perasaan sakit yang ia rasakan berimbas pada rutinitas pekerjaannya. Dimana pekerjaan dikantornya harus mengedepankan kemampuan intelektual serta kesibukan kuliah yang membuatnya semakin penat, hingga pada sebuah titik ia bertemu dengan sebuah kehampaan hidup. Ketika sudah ketemu dengan sang ustadz, sang ustadzpun tidak banyak bicara dan basa basi lainnya, ia hanya berkata sedikit, ”kamu berlatih sabar dulu, karena orang yang sabar itu bersama Allah.”. Si pegawai itupun kembali dari rumah sang ustadz. Dalam perjalanannya ia pulang, iapun bertanya-tanya, ”jauh-jauh datang, ingin mencari pengobat hati yang hampa, malahan hanya dapat sebuah kalimat pendek. Kalau hanya seperti itu ngapain jauh – jauh, baca di buku – buku yang bertebaran di toko buku juga banyak.”
Beberapa minggu waktu telah berlalu, namun kehampaan jiwa dan kesedihannya masih selalu menggelayut dalam benak sang pegawai. Rutinitas harian yang ia laluipun semakin terbengkalai karena hilangnya semangat hidup yang ia miliki. Ibadah ritual yang ia jalankan, seolah tak membekas dalam relung hatinya yang terdalam. Sholatnyapun terasa hanya sebuah penggugur kewajiban, tak membekas di jiwanya,apalagi implikasi sosial.
Semakin hari tubuhnyapun makin kurus tak terawat. Pikiran dan hatinya seolah tak pernah berhenti untuk merasakan derita kehilangan orang yang paling berarti dalam hidupnya.Tidak hanya itu, iapun mulai merasakan kehilangan arti hidup,ia berputus asa.. Kalau dulu ia melakukan semua pekerjaannya dengan penuh semangat karena memiliki harapan apa yang ia lakukan adalah demi orang-orang yang ia cintai, maka sekarang ia berpikir untuk apalagi mencari uang dan penghidupan,sementara ia sendiri seolah tak mau hidup. Untuk apa dan untuk siapa… Ia merasa, bahwa kerjapun tak ada artinya lagi. Tak ada lagi yang akan memberi support dalam hidupnya. Namun meski begitu ia masih menyadari bahwa ia masih punya Tuhan. Ia tetap melakukan aktivitasnya meski semua dengan penuh keraguan dan keterpaksaan.

Hari – hari berlalu tanpa terasa, hingga akhirnya si pegawaipun datang kembali ke tempat sang ustadz. Kalau dulu ia datang dengan tujuan mencari pencerahan dari kehampaan jiwa, maka sekarang ia datang untuk mengadukan kepenatan hidupnya. Setelah sampai ke tempat sang ustadz, sang ustadzpun dengan santai hanya memberi satu kalimat sederhana, ” kamu, baru dikasih satu tangga untuk menuju kesabaran”. Si pegawaipun terangguk- angguk, bukan karena mengerti kata-kata sang ustadz, tapi karena bagi dia tambah bingung. Sesampai di rumah, si pegawai masih saja bingung, dengan kata – kata sang ustadz. Logika berfikirnya masih belum bisa menerima. Di kantor ia sudah pusing dengan kondisi instansi. Ketika datang ke sang ustadz, hanya dikasih seuntai kalimat, yang ia terngiang – ngiang, ”tangga kesabaran”. Di sebuah malam, seperti biasanya sang pegawai bisa bangun malam, tepat jam tiga ia berusaha melakukan sholat tahajud. Ada sebuah kedamaian yang ia rasakan setelah sholat. Beban – beban yang ia rasakan di siang hari,seolah sedikit berkurang di relung fikirannya. Sehabis sholat dan wiridan, iapun bergegas ke teras depan. Sambil menunggu waktu shubuh iapun duduk termenung, hingga pada sebuah titik ia mulai dianugerahi sebuah pencerahan. Ia mulai mengingat, dulu datang ke tempat sang ustadz, dengan tujuan mencari pencerahan atas kehampaan jiwanya. Namun setelah datang ke tempat sang ustadz, justru di setiap aktivitasnya banyak terjadi kondisi yang membuat patah semangat...., kondisi yang seolah menghilangkan kehidupannya...., terjadi kondisi yang membuat perasaannya semakin tersiksa....., kenapa ??? ia mulai bertanya kepada dirinya sendiri. Yah.... itulah sebuah kenyataan, yang memaksa diri untuk bertindak sabar. ”Kalau saya selalu emosi,selalu bersedih, kurang percaya diri, merasa dikhianati, berarti terjerembab oleh sebuah keadaan.” gumamnya dalam hati. ”Padahal bukan sebuah kebetulan, bila kondisi itu memang sengaja diberikan sama Allah, supaya saya bisa belajar sabar....” jawabnya dalam hati. Iapun kemudian berujar, ”Karena kondisi ini, maka saya dipaksa belajar sabar, bila sabar telah tertoreh, maka pertolongan Allah akan datang, jadi kondisi itu hanyalah sebuah anak tangga menuju kesabaran.” Demikianlah, seberkas cahaya telah merasuk dalam dinding kalbunya, hingga saat adzan shubuh terdengar, kakinya ringan melangkah menuju masjid. Ketika pagi telah menjelang, iapun berjalan menuju kantor dengan raut wajah yang sedikit lebih terang, sorot matanyapun mulai berbinar tidak nampak jiwa kematian lagi disana. Langkahnyapun tidak terlihat gontai lagi , seolah langkah menuju ke tempat yang selama ini ia rindukan. Tangga Kesabaran…

Terang wajahnya, dan berbinar sorot matanya, bukan karena ia tidak akan menemui orang – orang yang tak mempedulikannya, namun karena ia yakin, bahwa Allah telah menganugerahi anak tangga menuju kesabaran, yang selama ini ia cita-citakan.
Wallahu a’lam.

Comments :

1
Anonim mengatakan...
on 

IKHLAS.....mungkin akan menuntut moe k jalan yang benar...hehe

 

Copyright © 2009 by Nursamsi

Terkadang orang yang paling kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita,karena itu berikanlah cinta sejati kita hanya kepada Allah SWT.Karena Dia-lah yang Maha Mencintai ummat-Nya.Forever!